KONSELING GESTALT

MAKALAH PEMBANDING
SEBAGAI SYARAT PEMENUHAN MATAKULIAH
MODEL-MODEL KONSELING
![]() |
OLEH:
KELOMPOK II
SESI 2012 E
NOVI ARJAISAH (12060144)
PENI PUTRI NINDA SARI (12060147)
SISKA ROSDIYANTI (12060149)
NOVI ERISTA (12060164)
HENDRI SELVIA (12060165)
RAHMAH TUSA’DIAH (12060170)
DOSEN PEMBIMBING:
Dra. Hj. Fitria Kasih, M.Pd., Kons.
Nofrita, S.Pd.I., M.Pd.
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Frederick
Perls (1893-1970) adalah pendiri pendekatan konseling Gestalt. Frederick
dilahirkan di Berlin dan berasal dari keluarga Yahudi. Walaupun di masa mudanya
Frederick memiliki masalah dengan pendidikan, tetapi dia dapat menyelesaikan
sarjananya, dan pada tahun 1916 dia bergabung dengan angkatan darat Jerman pada
PD I.
Walaupun
pada awalnya Frederick merupakan pengikut aliran psikoanalisa, tetapi dalam
perkembangannya, teori Gestal banyak bertentangan dengan teori Sigmund Freud.
Jika Psikoanalisa memandang manusia secara mekanistik, maka Frederick memandang
manusia secara holistic.
Freud memandang manusia selalu
dikuasai oleh konflik (intrapsychic
conflict) awal masa anak-anak yang ditekan, maka Frederick memandang
manusia pada situasi saat ini. Sehingga Gestalt lebih menekankan pada pada apa
yang dialami oleh konseli saat ini daripada hal-hal yang pernah dialamai oleh
konseli, dengan kata lain, Gestalt lebih memusatkan pada bagaimana konseli
berperilaku, berpikiran dan merasakan pada situasi saat ini (here and now) sebagai usaha untuk
memahami diri daripada mengapa konseli berperilaku seperti itu.
Proses perkembangan teori Gestalt
tidak bisa dilepaskan dari sosok Laura (Lore) Posner (1905-1990). Dia adalah
isteri Frederick Perls yang secara signifikan turut mengembangkan teori
Gestalt. Laura dilahirkan di Jerman. Awal mulanya dia adalah seorang pianis
sampai dengan umur 18 tahun.
Pada awalnya, Laura juga seorang
pengikut aliran Psikoanalisa, yang kemudian pindah untuk mendalami teori-teori
Gestalt. Pada tahun 1926, Laura dan Perls secara aktif melakukan kolaborasi
untuk mengembangkan teori Gestalt, hingga pada tahun 1930 akhirnya mereka
menikah. Pada tahun 1952, mereka mendirikan New York Institute for Gestalt
Therapy.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain sebagai
berikut :
1.
Bagaimana konsep dasar teori konseling menurut Gestalt?
2.
Apa hakekat manusia menurut Gestalt?
3.
Bagaimana perilaku bermasalah dipandang dari teori Gestalt?
4.
Apa tujan dari konseling Gestalt?
5.
Bagaimana hubungan konseling dalam teori Gestalt?
6.
Bagaimana tahapan konseling Gestalt?
7.
Bagaimana teknik konseling Gestalt?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
antara lain sebagai berikut :
1.
Mempelajari bagaimana teori Gestalt memandang hakikat
manusia dan segala permasalahan yang dialaminya.
2.
Mampu mengaplikasikan teori Gestalt dalam pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling.
D.
Manfaat Penullisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini antara lain
sebagai berikut
1.
Mengetahui bagaimana teori konseling Gestalt memandang
hakekat manusia, dan segala permasalahan yang dihadapinya.
2.
Mengetahui tahapan dan teknik dalam konseling Gestalt.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengantar
Konseling Gestalt
Terapi Gestalt merupakan suatu terapi yang didalamnya
pengalaman
menyeluruh (pikiran, perasaan dan sensasi tubuh) dari individu menjadi
perhatian yang sangat penting. Pendekatannya lebih dipusatkan pada kondisi di
sini dan saat ini (here and now)
yaitu menyadari apa yang terjadi dari waktu ke waktu (moment by moment).
Holism keseluruhan merupakan teori Gestalt
yang utama. Gestalt tidak memandang manusia bagian perbagian. Manusia tidak
bisa hanya diketahui dari komponen fisiknya saja, atau dari komponen psikisnya
saja. Tetapi mengenal manusia harus dilakukan secara komprehensif, yaitu dari
sisi psikis dan fisiknya.
Selain itu, mengenal manusia tidak didasarkan pada diri
individu itu saja, tetapi terintegrasi dengan lingkungan di mana individu
tersebut berada. Perls (Brownell, 2003) menyatakan bahwa holism dideskripsikan
sebagai suatu keseluruhan bentuk kesadaran manusia yang meliputi respon
motorik, respon perasaan, respon pikiran yang dimiliki oleh organisme.
Field Theory adalah teori Gestalt yang
menyatakan bahwa mengenal manusia harus dilihat pula lingkungan di mana manusia
itu berada. Dengan demikian, konselor akan memberikan perhatian lebih kepada
konseli terhadap interaksinya dengan lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat,
tempat kerja). Dengan kata lain, bahwa field
theory merupakan suatu metode untuk mendeskripsikan keseluruhan medan (field) yang dialami oleh konseli. pada
saat ini. Hal ini lebih daripada hanya sekedar menganalisis kejadian-kejadian
yang telah terjadi dalam hubungannya dengan lingkungan (Yontef, 1993).
The Figure-Formation
Process dideskripsikan sebagai usaha individu untuk melakukan
pengorganisasian atau memanipulasi lingkungannya dari waktu ke waktu.
Organismic Self-Regulation merupakan sebuah proses dimana
seseorang berusaha dengan keras untuk menjaga keseimbangan yang secara terus
menerus diganggu oleh kebutuhan-kebutuhan. Jika usaha untuk menjaga
keseimbangan ini berjalan dengan baik maka mereka akann kembali ke dalam posisi
utuh. Pada dasarnya manusia memiliki kekuatan yang secara alami akan
mengarahkan mereka untuk melakukan proses penyeimbangan dalam dirinya. Proses
penyeimbangan ini berbentuk proses asimilasi, mengakomodasi perubahan atau
menolak pengaruh-pengaruh dari luar. Masalah seringkali muncul saat seseorang
berusaha untuk melakukan pemutusan kontak (interruption
contacts).
B.
Pandangan
Tentang Manusia
Pendekatan
konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif
sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan
penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan
sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia
aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya.
Setiap
individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki
dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju
terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah:
1.
Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya.
2.
Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami
dalam kaitannya dengan lingkungannya itu.
3.
Aktor bukan reactor.
4.
Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi,
dan pemikirannya.
5.
Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab.
6.
Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
Dalam hubungannya dengan perjalanan
kehidupan manusia, pendekatan ini memandang bahwa tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”.
Masa lalu telah pergi dan masa depan belum dijalani, oleh karena itu yang
menentukan kehidupan manusia adalah masa sekarang.
Dalam pendekatan ini, kecemasan
dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”. Jika
individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa
depan, maka mereka mengalami kecemasan.
Dalam pendekatan Gestalt terdapat
konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished
business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti
dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa dan rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa
diungkapkan, tetapi perasaan-perasaan itu diasosiasikan
dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu.
Karena tidak terungkapkan di dalam
kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan dibawa
pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif
dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan
bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak
terungkapkan itu.
C.
Konsep Dasar
Ada beberapa hal yang menjadi konsep dasar dalam
konseling atau terapi Gestalt ini, antara lain sebagai berikut:
1.
Saat Ini (The Now)
Dalam
pendekatan Gestalt, situasi saat ini merupakan hal yang sangat penting (the most significant tense). Sehingga
dalam proses konseling, konseli akan diajak untuk belajar mengapresiasi dan
mengalami secara penuh keadaan saat ini. Gestalt tidak akan mencari tahu apa
yang telah terjadi di masa lalu, tetapi lebih pada mendorong konseli untuk
membicarakan saat ini.
Untuk
membantu konseli memahami keadaan saat ini, maka konselor dapat membantu dengan
memberikan kata tanya “Apa” dan “Bagaimana”, dengan demikian, kata tanya
“Mengapa” adalah kata tanya yang sangat jarang dipergunakan (Zimberoff dan
Hartman, 2003). Bahkan, seringkali konselor memotong pembicaraan konseli, jika
konseli mulai berkutat dengan masa lalunya. Konselor akan memotong pembicaraan
konseli dengan pernyataan seperti, ”Apa yang kamu rasakan pada saat kakimu
bergoyang saat bicara?’ atau ”Dapatkah kamu merasakan tekanan suaramu? Tidakkah
kamu merasa ketakutan?” Usaha konselor ini adalah untuk mengembalikan kesadaran
konseli saat ini.
Konselor
Gestalt meyakini bahwa pengalaman masa lalu, seringkali mempengaruhi keadaan
konseli saat ini, terlebih jika pengalaman masa lalu memiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian atau masalah yang dimiliki oleh konseli. Di lain
pihak, karena (mungkin) ketakutannya untuk menyelesaikan masalah, maka konseli
cenderun untuk secara terus menerus membicarakan masa lalunya.
Untuk
mengatasi masalah ini, maka konselor dapat mengajak konseli untuk kembali ke
saat ini dengan cara “membawa fantasinya ke saat ini” dan mencoba untuk
mengajak konseli untuk melepaskan keinginannya. Sebagai contoh, seorang anak
memiliki trauma dengan perilaku ayahnya. Konselor tidak mengajak konseli untuk
membicarakan apa yang telah terjadi, tetapi lebih mengajak konseli untuk
merasakan saat ini dan berorientasi pada pada apa yang ingin dilakukan
(semisal, berbicara dengan ayahnya).
2. Urusan
Yang Belum Selesai (Unfinised Bussines)
Individu seringkali mengalami
masalah dengan orang lain di masa lalu. Menurut Gestalt, masalah masa lalu yang
belum terselesaikan atau terpecahkan disebut dengan Unfinished Bussiness yang dapat dimanifestasikan dengan munculnya
kemarahan (resentment), amukan (rage), kebencian (hatred), rasa sakit (pain),
cemas (anxiety), duka cita (grief), rasa bersalah (guild) dan perilaku menunda (abandonment).
Polster
(dalam Corey, 2005) menyatakan bahwa beberapa bentuk perilaku akibat unfinished
bussines adalah seseorang akan asyik dengan dirinya sendiri, memaksa orang lain
untuk menuruti kehendaknya, bentuk-bentuk perilaku yang menempatkan dirinya
sebagai orang kalah, bahkan seringkali muncul simptom-simptom penyakit fisik.
Sebagai
contoh ada seorang mahasiswa yang menganggap bahwa semua perempuan itu tidak
baik. Perilaku mahasiswa ini cenderung untuk menjauhi perempuan. Diketahui
bahwa masa lalu mahasiswa ini mengalami perlakuan yang buruk dari ibunya
sewaktu berusia sekolah dasar (unfinished
bussines).
Pendekatan
Gestalt tidak berorientasi pada masa lalu atau berusaha untuk mengorek perilaku
orang tua yang menyebabkan dia berperilaku menjauhi perempuan. Sebab, jika itu
dilakukan, maka mahasiswa ini akan berusaha untuk meraih masa lalunya yang
hilang, dan dia akan berpikir menjadi anak kecil. Ini adalah proses yang tidak
produktif. Konselor Gestalt akan berusaha untuk membantu mahasiswa ini
merasakan apa yang terjadi saat ini. Konselor akan menfasilitasi mahasiswa ini
untuk menunjukkan situasi yang terjadi saat ini. Mahasiswa dibantu untuk
menyadari bahwa perilakunya tidak produktif dan kemudian mencari
perilaku-perilaku yang lebih produktif.
3.
Contact
& Resisstance to Contact
Hal terpenting dalam kehidupan manusia adalah malakukan
kontak atau bertemu dengan orang lain di sekitar. Kirchner (2008) menyatakan
bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk melakukan kontak secara efektif
dengan orang lain, dengan kemampuan itu, maka individu akan dapat bertahan
hidup dan tumbuh semakin matang. Semua kontak yang dilakukan oleh individu
memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berujung pada bagaimana individu dapat
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Perls menyatakan bahwa proses kontak dilakukan dengan cara
melihat, mendengar, membau, meraba dan pergerakan. Lebih lanjut, Gestalt
Institute of Cleveland (dalam Krichner, 2000) menunjukkan bahwa proses kontak
terjadi karena tujuh tingkatan yaitu (a)
sensation, (b) awareness, (c) mobilization of energy, (d) action, (e) contact, (f) resolution and
closure, dan (g) withdrawal.
Proses kontak individu dengan individu lain seringkali
mengalami masalah. Masalah ini seringkali muncul karena konseli cenderung untuk
menghindari kontak dengan keadaan saat ini dan orang lain. Krichner (2000)
menyatakan ada empat hal yang menjadi masalah konseli yaitu confluence, introjection, projection, dan
retroflection.
4.
Energy
& Blocks to Energy
Pendekatan Gestalt memperhatikan energi yang dimiliki oleh individu. Dimana
teori ini berkeyakinan bahwa untuk bisa menyelesaikan masalahnya, maka
seseorang akan mengeluarkan energi. Penutupan energi ini akan tampak pada keadaan fisik
seseorang. Seseorang yang tidak bisa mengeluarkan energinya, seringkali
ditampakkan dengan perilaku non verbal seperti, bernapas pendek-pendek, tidak
focus dengan lawan bicara, berbicara dengan suara tertahan, perhatian yang
minimal terhadap sebuah obyek, duduk dengan kaki tertutup, posisi duduk yang
cenderung menjauhi lawan bicara dan lain sebagainya.
Sebagai contoh, seseorang yang pada saat ini ingin marah,
tetapi tertahan, maka tubuhnya akan mereaksi penahanan marah (sebagai upaya pelepasan
energi) dengan bentuk-bentuk seperti napas
tersengal-sengal.
Dalam proses konseling, konselor berusaha untuk membantu
kondisi pelepasan energy yang dimiliki oleh konseli. Pada awalnya konseli
diajak untuk mengenal perasaannya saat ini, dan kemudian membantu untuk
melepaskan energi yang tertahan tersebut.
D.
Tingkah Laku Salah
Suai
Individu bermasalah karena terjadi pertentangan antara
kekuatan “top dog” dan keberadaan “under dog”. Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan, menuntut, mengancam. Under dog adalah keadaan defensif,
membela diri, tidak berdaya, lemah, pasif dan ingin dimaklumi.
Perkembangan yang terganggu adalah
tidak terjadi keseimbangan antara apa-apa yang harus (self-image) dan apa-apa yang diinginkan (self).
1.
Terjadi pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis.
2.
Ketidakmampuan individu mengintegrasikan pikiran, perasaan,
dan tingkah lakunya.
3.
Mengalami gap/kesenjangan sekarang dan yang akan datang.
4.
Melarikan diri dari kenyataan yang harus dihadapi.
Menurut konseling Gestalt, yang menyebabkan individu terjerumus pada masalah, yaitu :
1.
Kurangnya
kontak dengan lingkungan, yaitu individu menjadi kaku dan memutus hubungan
antara dirinya dengan orang lain dan lingkungan.
2.
Confluence, yaitu
individu yang terlalu banyak memasukkan nilai-nilai dirinya kepada orang lain
atau memasukkan nilai-nilai lingkungan pada dirinya, sehingga mereka kehilangan
pijakan dirinya dan kemudian lingkungan yang mengontrol dirinya.
3.
Unfinished business, yaitu orang yang memiliki kebutuhan yang tidak terpenuhi, perasaan
yang tidak diekspresikan dan situasi yang belum selesai yang mengganggu
perhatiannya.
4.
Fragmentasi, yaitu
orang yang mencoba untuk menemukan atau menolak kebutuhannya seperti kebutuhan
agresi.
5.
Topdog/underdog: orang yang mengalami perpecahan pada kepribadiannya, yaitu antara apa
yang mereka piker “harus” dilakukan (topdog) dan apa yang mereka “inginkan” (underdog).
6.
Polaritas
atau dikotomi, yaitu orang yang cenderung bingung dan tidak dapat berkata-kata
pada saat terjadi dikotomi dalam dirinya seperti antara tubuh dan pikiran,
antara diri dan lingkungan, antaran emosi dan kenyataan, dan sebagainya.
E.
Tujuan Konseling
Tujuan
utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai
macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung
makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap
lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak
untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu
yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh,
melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui
konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian
ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara
lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:
1.
Membantu konseli
mencapai kesadaran tentang apa yang mereka rasakan dan lakukan, memahami
kenyataan atau realitas, serta bertanggung jawab terhadap pilihannya.
2.
Memadukan
polaritas-polaritas dan dikotomi-dikotomi dalam diri konseli (mencapai itegritas
kepribadian).
3.
Mengapresiasi
pengalaman konseli pada masa kini dan mengatasi kecemasan-kecemasan akibat
harapan-harapan masa depan.
4.
Mengungkapkan
pengalaman yang tak selesai dan dihubungkan dengan kehidupan sekarang.
5.
Membantu konseli
membuat hubungan
dengan pengalaman mereka secara jelas dan segera daripada hanya semata-manta
berbicara pengalaman saja.
6.
Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada
pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself).
7.
Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah
laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan
selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.
F. Peran Konselor
dan Proses
Konseling
Fokus utama konseling Gestalt adalah terletak pada bagaimana
keadaan klien sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya.
Oleh karena itu tugas konselor adalah sebagai berikut:
1.
Mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada
dirinya serta mau mencoba menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar
klien mau belajar menggunakan perasaannya secara penuh. Untuk itu klien bisa
diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan menolak kenyataan yang ada pada
dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada
dirinya sekarang.
2.
Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran
yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi
maupun memberi nasihat. Konselor sejak awal konseling sudah
mengarahkan tujuan agar klien menjadi matang dan mampu menyingkirkan
hambatan-hambatn yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri sendiri.
3.
Dalam hal ini, fungsi konselor adalah membantu klien untuk
melakukan transisi dari ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi percaya
akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka
ketersesatan atau kebuntuan klien.
4.
Pada saat klien mengalami gejala kesesatan dan klien
menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan
kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor
adalah membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya
sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.
Adapun tahapan-tahapan dalam konseling Gestalt ini adalah sebagai
berikut:
1.
Fase pertama
Konselor mengembangkan pertemuan
konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang
diharapkan pada klien. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien
berbeda, karena masing-masing klien mempunyai keunikan sebagai individu serta
memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
Dalam
tahap ini yang dapat dilakukan konselor, yaitu :
a.
Menciptakan tempat yang
aman dan nyaman (safe container)
untuk proses konseling.
b.
Mengembangkan hubungan
kolaboratif (working alliance).
c.
Mengumpulkan data,
pengalaman konseli, dan keseluruhan gambaran kepribadiannya dengan pendekatan fenomenologis.
d.
Meningkatkan kesadaran
dan tanggung jawab pribadi konseli.
e.
Membangun sebuah
hubungan yang dialogis.
f.
Meningkatkan self support, khususnya dengan konseli
yang memiliki proses diri yang rentan.
g.
Mengidentifikasi dan
mengklarifikasi kebutuhan-kebutuhan
konseli dan tema-tema
masalah yang muncul dan membuat prioritas.
h.
Konselor mempersiapkan
rencana untuk menghadapi kondisi-kondisi
khusus dari konseli, seperti menyakiti diri sendiri, kemarahan yang berlebihan
dan sebagainya.
i.
Bekerja sama dengan
konseli untuk membuat rencana konseling
2.
Fase kedua
Konselor berusaha meyakinkan dan
mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan
kondisi klien. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
a.
Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini klien diberi
kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin
tinggi kesadaran klien terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk
mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk
bekerja sama dengan konselor.
b.
Membangkitkan dan mengembangkan otonomi klien dan menekankan
kepada klien bahwa klien boleh menolak saran-saran konselor asal dapat
mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
3.
Fase ketiga
Konselor mendorong klien untuk
mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk
mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi
di sini dan saat ini. Kadang-kadang klien diperbolahkan memproyeksikan dirinya
kepada konselor.
Melalui fase ini, konselor berusaha
menemukan celah-celah kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang,
dari sini dapat diidentifikasi apa yang harus dilakukan klien.
4.
Fase keempat
Setelah klien memperoleh pemahaman
dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor
mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini klien menunjukkan
gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu
yang unik dan manusiawi.
Klien telah memiliki kepercayaan
pada potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan
bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya
dan tingkah lakunya. Dalam situasi ini klien secara sadar dan bertanggung jawab
memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan
potensi dirinya.
G.
Teknik Konseling
Hubungan
personal antara konselor dengan klien merupakan inti yang perlu diciptakan dan
dikembangkan dalam proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang
dilaksanakan selama proses konseling berlangsung adalah merupakan alat yang
penting untuk membantu klien memperoleh kesadaran secara penuh.
Prinsip kerja teknik konseling Gestalt adalah
sebagai beikut:
1.
Penekanan Tanggung Jawab Klien
Konselor menekankan bahwa konselor bersedia membantu klien
tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil
tanggung jawab atas tingkah lakunya.
2.
Orientasi Sekarang dan Disini
Dalam proses konseling konselor tidak merekonstruksi masa
lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Hal ini
bukan berarti bahwa masa lalu tidak penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya
dengan keadaan sekarang. Dalam kaitan ini pula konselor tidak pernah bertanya
“mengapa”.
3.
Orientasi Eksperiensial
Konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri
dan masalah-masalahnya, sehingga dengan demikian klien mengintegrasikan kembali
dirinya:
a. Klien mempergunakan kata ganti
personal. Klien mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan.
b. Klien mengambil peran dan tanggung
jawab.
c. Klien menyadari bahwa ada hal-hal
positif dan/atau negative pada diri atau tingkah lakunya.
Berikut ini adalah teknik-teknik konseling dalam teori Gestalt :
1.
Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara
klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling
bertentangan, yaitu kecenderungan top dog
dan kecenderungan under dog. Misalnya:
a.
Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak.
b.
Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa
bodoh
c.
Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”
d.
Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung
e.
Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah
Melalui dialog yang kontradiktif
ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya
pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan
dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
2.
Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan
untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada
memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta
klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam
pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Misalnya :
a.
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas
kejenuhan itu”
b.
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan
saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
c.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan
membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin
selama ini diingkarinya.
3.
Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain
perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya.
Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang
lain. Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain
merupakan atribut yang dimilikinya.
Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien
untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
4.
Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali
mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam
teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan
dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk
memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.
5.
Tetap dengan Perasaan
Teknik dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan
atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya.
Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin
dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang
menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal
ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau
kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam
lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan
menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya
mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi
membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan
yang ingin dihindarinya itu.
H.
Kelebihan dan
Kelemahan Konseling
Gestalt
Berikut adalah beberapa
kelebihan dan kelemahan dari konseling Gestalt, yaitu:
a.
Kelebihan
1.
Terapi Gestalt menangani
masa lampau dan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
2.
Terapi Gestalt memberikan
perhatian terhadap pesan-pesan non verbal dan pesan-pesan tubuh.
3.
Terapi Gestalt menolak
mengakui ketidakberdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
4.
Terapi Gestalt meletakkan
penekanan pada klien untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri.
5.
Terapi Gestalt
menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung, menghindari
intelektualisasi abstrak tentang masalah klien.
b.
Kelemahan
1.
Terapi Gestalt tidak
berlandaskan pada suatu teori yang kukuh.
2.
Terapi Gestalt cenderung antiintelektual
dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif.
3.
Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita
sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain.
4.
Terdapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai
teknik-teknik Gestalt akan menggunakannya secara mekanis sehingga terapis
sebagai pribadi tetap tersembunyi.
5.
Para konseli sering bereaksi negative terhadap sejumlah
teknik Gestalt karena merasa dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis berpijak
pada kerangka yang layak agar tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.
6.
Teknik-teknik Gestalt gampang
untuk mengekspresikan emosi yang kuat. Jika perasaan ini tidak ditindak lanjut
dan jika usaha pemahaman tidak berhasil, klien kemungkinan besar menjadi keliru
penyelesaiannya dan tidak akan memiliki perasaan yang terhubung dengan
pengetahuannya.
7.
Keterbatasan lain adalah bahwa
klien yang memiliki kesulitan menggunakan imajinasinya mungkin tidak akan
mendapatkan keuntungan dari proses ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Terapi
Gestalt adalah suatu terapi eksistensial yang menekankan kesadaran disini dan
sekarang. Fokus utamanya adalah pada apa dan bagaimananya tingkah laku dan pada
peran urusan yang tak selesai dari masa lampau yang menghambat kemampuan
individu untuk bisa berfungsi secara afektif. Konsep-konsep utamanya mencakup
penerimaan tanggung jawab pribadi, hidup pada saat sekarang, pengalaman
langsung merupakan kebalikan dari membicarakan pengalaman-pengalaman secara
abstrak, penghindaran diri, urusan yang tidak selesai, dan penembusan jalan
buntu.
Sasaran
terapeutik utamanya adalah menantang klien untuk beralih dari dukungan
lingkungan kepada dukungan diri. Perluasan kesadaran, yang dipandang kuratif
dan pada dirinya, adalah suatu tujuan dasar. Dengan kesadaran, klien mampu
mendamaikan polaritas-polaritas dan dikotomi-dikotomi yang ada dalam dirinya
dan karena bergerak menuju reintegrasi segenap aspek dari dirinya.
Dalam
pendekatan ini, terapis membantu klien agar mengalami lebih penuh segenap
perasaannya, dan ini memungkinkan klien mampu membuat penafsiran-penafsiran
sendiri. Klien mengenali urusannya yang tak selesai dan menembus
kendala-kendala yang menghambat pertumbuhan dirinya. Klien melakukan hal itu
dengan mengalami kembali situasi-situasi masa lampau seakan-akan berlangsung
sekarang.
B.
Saran
Kami
berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi siapapun
pembacanya. Selanjutnya kami ingin berterima kasih kepada dosen pembimbing dan
rekan-rekan yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah sederhana ini.
KEPUSTAKAAN
Brownell. 2003. Pengantar Psikologi (terj Dharma,
Agus.) Jakarta
: Erlangga.
Corey. 2005. Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : Refrika Aditama.
Krichner, 2000. Teori-Teori Konseling. Pengantar Psikologi. Yogyakarta : Penerbit
Andi.
Yontef. 1993.
Pengantar
Teori-teori Konseling. Jakarta : Erlangga.
Zimberoff dan Hartman, 2003. Teori-Teori Psikologi. Bandung : Penerbit Nusamedia.
Komentar
Posting Komentar