TEKNIK PENGUMPULAN DATA (WAWANCARA DAN STUDI DOKUMEN)
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
(WAWANCARA DAN STUDI DOKUMEN)
MAKALAH
Sebagai Syarat Pemenuhan Matakuliah
Metodologi Penelitian II
![]() |
OLEH:
KELOMPOK VII
SESI 2012 E
AGUS MULYA PUTRA (12060158)
NOVI ERISTA (12060164)
RAHMAH TUSA’DIAH (12060170)
Dosen Pembimbing : Bpk. Dr.
Asmawi, M.S.
PROGRAM
STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP)
PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada
masa sekarang ini, begitu banyak penelitian-penelitian yang telah dilakukan,
baik itu dilakukan oleh yang profesional maupun amatiran. Untuk melakukan suatu
penelitian, seorang peneliti membutuhkan yang namanya data-data untuk
melengkapi penelitian yang dilakukannya tersebut. Untuk memperoleh data-data
tersebut, seorang peneliti dapat memperolehnya dengan cara melakukan wawancara,
observasi atau studi dokumen dengan orang-orang yang bisa dijadikan sumber
informasi atau informan penelitian.
Untuk melakukan suatu
pengungkapan data bagi seorang peneliti amatir bukanlah hal yang mudah, karena
ada beberapa cara ataupun teknik yang harus dipahami oleh peneliti sehingga
pengungkapan data yang dilakukan benar-benar menghasilkan informasi yang
diharapkan. Selain teknik, peneliti juga harus memahami kepada siapa
pengungkapan data tersebut ditujukan sehingga antara teknik yang digunakan
dengan informan bisa berjalan seimbang dan sinkron antara satu dengan yang
lain..
Seorang peneliti yang
profesional adalah seorang peneliti yang mampu mengungkapkan data yang
dibutuhkannya dengan bijak dan sesuai dengan penelitian yang dilakukannya.
Apalagi penelitian yang dilakukannya adalah penelitian yang bersifat
kualitatif, yang mana penelitian ini menuntut keahlian dan kemahiran dari
peneliti dalam pengungkapan data, terutama dalam menggunakan wawancara dan
studi dokumenter yang merupakan salah teknik dalam memperoleh data yang
ekslusif dan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
bentuk dari pengungkapan data dengan menggunakan wawancara?
2. Bagaimanakah
bentuk dari pengungkapan data dengan menggunakan studi dokumen?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui bagaimanakah bentuk dari pengungkapan data dengan menggunakan
wawancara.
2. Untuk
mengetahui bagaimanakah bentuk dari pengungkapan data dengan menggunakan studi
dokumen.
3. Untuk
mengetahui bagaimanakah perbedaan dari pengungkapan data dengan menggunakan
wawancara dan studi dokumen.
D.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk
menambah khazanah ilmu pengetahuan.
2. Untuk
dapat memahami perbedaan antara wawancara dan studi dokumen dalam pengungkapan
data penelitian kualitatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pedoman Wawancara
1.
Pengertian
Wawancara
Wawancara ialah tanya jawab antara
pewawancara dengan yang diwawancara untuk meminta keterangan atau pendapat
mengenai suatu hal. Wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. (Lexy J, 2006
:186).
Menurut Kartono (1980: 171) interview
atau wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah
tertentu; ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih
berhadap-hadapan secara fisik. Sedangkan menurut Banister dkk
(1994 dalam Poerwandari 1998: 72 - 73) wawancara adalah percakapan dan tanya
jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Denzin & Lincoln (1994:
353) interview merupakan suatu percakapan, seni tanya jawab dan mendengarkan.
Ini bukan merupakan suatu alat yang netral, pewawancara menciptakan situasi
tanya jawab yang nyata. Dalam situasi ini jawaban-jawaban diberikan, maka wawancara menghasilkan pemahaman yang terbentuk oleh situasi
berdasarkan peristiwa-peristiwa interaksional yang khusus. Metoda tersebut
dipengaruhi oleh karakteristik individu pewawancara, termasuk ras, kelas,
kesukuan, dan gender.
Menurut Kerlinger (terjemahan Simatupang, 1990: 770 – 771)
wawancara (interview) adalah situasi peran antar-pribadi berhadapan muka (face
to face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah
penelitian kepada seseorang yang diwawancarai, atau informan.
2.
Tujuan Wawancara
Tujuan wawancara dalam penelitian kualitatif adalah sebagai
berikut:
a.
Untuk
memperoleh informasi guna menjelaskan suatu situasi dan kondisi tertentu
b.
Untuk
melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
c.
Untuk
memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.
d.
Untuk
mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi serta
memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh
peneliti sebagai pengecekan anggota.
3. Jenis Wawancara
Adapun model atau jenis wawancara yang dapat digunakan oleh peneliti
kualitatif dalam melkaukan penelitian adalah sebagai berikut:
a.
Wawancara terstruktur
Wawancara
terstruktur adalah seorang pewawancara atau peneliti yang telah menentukan
format masalah yang akan diwawancarai berdasarkan masalah yang akan diteliti.
Biasanya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada responden telah ditentukan
jawaban-jawabannya.
b.
Wawancara tidak terstruktur
Wawancara
tidak terstruktur adalah suatu proses wawancara yang dilakukan oleh seorang
peneliti dimana peneliti bebas menentukan fokus masalah wawancara dan kegiatan
wawancara mengalir seperti dalam percakapan biasa., yaitu mengikut dan
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi responden.
Ditinjau dari segi
pelaksanaannya, wawancara
dapat dibagi menjadi tiga jenis
yaitu:
a.
Wawancara
bebas
Dalam wawancara bebas, pewawancara bebas menanyakan apa saja
kepada responden, namun harus diperhatikan bahwa pertanyaan itu berhubungan
dengan data-data yang diinginkan. Jika tidak hati-hati, kadang-kadang arah pertanyaan tidak terkendali.
b.
Wawancara
terpimpin
Dalam wawancara terpimpin, pewawancara sudah dibekali dengan
daftar pertanyaan yang lengkap dan terinci
c.
Wawancara
bebas terpimpin
Dalam wawancara bebas terpimpin, pewawancara mengombinasikan
wawancara bebas dengan wawancara terpimpin, yang dalam pelaksanaannya
pewawancara sudah membawa pedoman tentang apa-apa yang ditanyakan secara garis
besar.
4. Sikap
yang Harus dimiliki oleh Pewawancara
Saat melakukan wawancara,
pewawancara harus dapat menciptakan suasana agar tidak kaku sehingga responden
mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Untuk itu, sikap-sikap yang
harus dimiliki seorang pewawancara adalah sebagai berikut:
a.
Netral
Yaitu pewawancara tidak berkomentar untuk tidak setuju terhadap
informasi yang diutarakan oleh responden karena tugasnya adalah merekam seluruh
keterangan dari responden, baik yang menyenangkan atau tidak.
b.
Ramah
Artinya pewawancara menciptakan suasana yang mampu menarik minat
si responden.
c.
Adil
Maksudnya pewawancara harus bisa memperlakukan semua responden dengan
sama. Pewawancara harus tetap hormat dan sopan kepada semua responden
bagaimanapun keberadaannya.
d.
Hindari
ketegangan
Artinya pewawancara harus dapat menghindari ketegangan, jangan sampai
responden sedang dihakimi atau diuji. Kalau suasana tegang, responden berhak
membatalkan pertemuan tersebut dan meminta pewawancara untuk tidak menuliskan
hasilnya. Pewawancara harus mampu mengendalikan situasi dan pembicaraan agar
terarah.
5.
Pedoman
Wawancara
Kesan
pertama dari penampilan pewawancara, yang pertama diucapkan dan dilakukan
pewawancara, sangatlah untuk merangsang sikap kerja sama dari pihak responden.
Berdasarkan pengalaman Michigan Survey Research Center diketahui, bahwa
responden lebih mengingat pewawancara dan cara dia mewawancarai daripada isi
wawancara. Karena itu, segala cara untuk mendapatkan sambutan simpatik dan
sikap kerjasama dari responden sebaiknya dipahami dan dilatih dengan seksama.
Dalam melaksanakan tugas wawancara, pewawancara harus selalu sadar bahwa dialah
yang membutuhkan dan bukan sebaliknya (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,
1989).
Menurut Sugiyono (2007), ada beberapa langkah dalam
penggunaaan wawancara untuk pengumpulan data penelitian kualitatif, yaitu:
a.
Menetapkan
kepada siapa wawancara itu akan dilakukan
b.
Menyiapkan
pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan
c.
Mengawali
atau membuka alur wawancara
d.
Melangsungkan
alur wawancara
e.
Mengkonfirmasikan
hasil wawancara dan mengakhirinya
f.
Menulis
hasil wawancara kedalam catatan lapangan
g.
Mengidentifikasi
tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.
Sedangkan bentuk-bentuk pertanyaan yang dapat digunakan dalam pelaksanaan
penelitian kualitatif menurut Patton (1980) dalam Meleong (2001), yaitu:
a.
Pertanyaan
yang berkaitan dengan pengalaman dan perilaku
Pertanyaan ini diajukan oleh peneliti untuk mendapatkan deskripsi tentang
pengalaman responden yang berhubungan dengan data penelitian.
b.
Pertanyaan
yang berkaitan dengan pendapat
Pertanyaan ini diajukan untuk memahami proses kognitif atau apa yang dipikirkan
responden tentang masalah yang diteliti.
c.
Pertanyaan
berkaitan dengan perasaan
Pertanyaan ini bertujuan untuk melihat respon emosional seorang responden.
d.
Pertanyaan
berkaitan dengan pengetahuan
Pertanyaan ini ditujukan untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan
seorang responden pada fenomena atau kasus yang terjadi.
e.
Pertanyaan
yang berkaitan dengan indera
Pertanyaan ini ditujukan untuk mengungkapkan data penelitian tentang apa
yang dillihat, didengar, dipegang dan sebagainya.
f.
Pertanyaan
yang berkaitan dengan latar belakang
Pertanyaan ini berusaha menemukan jati diri seorang responden seperti
“Berapa umur anda?” dsb.
Pengarahan atau instruksi
yang perlu diperhatikan oleh pewawancara (interviewers) meliputi
pedoman-pedoman sebagai berikut:
a.
Tidak
pernah “terjebak” dalam penjelasan yang panjang dari studi itu; gunakan
penjelasan standar yang diberikan pengawas.
b.
Tidak
pernah menyimpang dari pengantar studi, urutan pertanyaan atau rumusan
pertanyaan.
c.
Tidak
pernah membiarkan individu lain melakukan interupsi wawancara, jangan
membiarkan individu lain menjawab untuk responden, atau memberikan saran, atau
pandangannya pada pertanyaan itu.
d.
Tidak
pernah menyarankan suatu jawaban atau setuju atau tidak setuju dengan suatu
jawaban. Jangan memberikan kepada responden suatu ide dari pandangan pribadi
anda pada topik dari pertanyaan atau survey.
e.
Tidak
pernah menafsirkan arti suatu pertanyaan, cukup hanya mengulangi pertanyaan dan
memberikan instruksi atau klarifikasi seperti yang diberikan dalam latihan atau
oleh pengawas.
f.
Tidak
pernah memperbaiki, seperti menambahkan kategori-kategori jawaban, atau membuat
perubahan susunan kata-kata. (Denzin & Lincoln, 1994: 364)
6. Sumber Kekeliruan Pelaporan Hasil Wawancara
Perolehan data dengan memanfaatkan manusia, memiliki beberapa
kelemahan sehingga hasil pengukuran yang diperoleh mengandung kekeliruan. Pada
konteks wawancara ada beberapa hal yang menjadi sumber kekeliruan
pengukurannya, baik dari pewawancara maupun dari orang yang diwawancarai,
yaitu:
a. Ingatan
b. Hal yang seharusnya
dilaporkan dilewatkan saja dan tidak dilaporkan
c. Melebih-lebihkan atau
telah meramu jawabannya
d. Mengganti hal yang
tidak dapat diingat
e. Tidak mampu
mereproduksi kejadian menurut waktu atau hubungan antar fakta seperti apa adanya. (Lerbin R. Aritonang, 2007)
7.
Keunggulan
dan Kelemahan Wawancara
Berikut
akan dijelaskan keunggulan dan kelemahan dari metode wawancara,
antara lain:
a.
Keunggulan Wawancara
Beberapa keunggulan metode wawancara
ditinjau dari segi operasional pekerjaan lapangan atau field work (Joseph R. Tarigan, 1995), antara lain:
1)
Mengumpulkan data melalui wawancara perorangan biasanya
persentase hasil yang diperoleh lebih tinggi karena hampir semua orang dapat
diajak bekerja sama
2) Keterangan yang
diperoleh melalui metode ini lebih dijamin kebenarannya daripada metode lain,
karena petugas pencacah dapat menerangkan daftar/kuisioner tersebut kepada
responden sehingga responden memberikan jawaban yang teliti.
3)
Petugas pencacah dapat mengumpulkan keterangan yang lengkap
tentang karakteristik pribadi responden dan sekitarnya dapat menasirkan dan
mengevaluasi hasil-hasil yang mewakili dari unit survey.
4)
Dengan mempertunjukkan secara visual, responden dapat menangkap
dan mengerti apa yang dimaksud
5) Kunjungan ulang (re-visit) untuk melengkapi keterangan
yang kurang pada daftar (kuesioner) atau
membetulkan kasalahan-kasalahan, biasanya dapat dilakukan tanpa mengecewakan
responden
b.
Kelemahan
Wawancara
Berikut adalah beberapa kelemahan-kelemahan dari
wawancara, antara lain sebagai berikut:
1)
Pengaruh pribadi petugas pencacah dalam pelaksanaan wawancara
dapat menghambat jawaban responden.
2) Jika pencacah kenal
dengan responden, maka mungkin responden akan keberatan untuk memberikan
keterangan-keterangan yang bersifat pribadi.
3) Jika responden yang
akan dikunjungi menyebar di daerah yang sangat luas, maka biaya perjalanan dan
waktu yang dibutuhkan untuk mengunjungi responden tidak sedikit. Hal ini
mungkin membuat penggunaan metode wawancara menjadi tidak ekonomis dan tidak
efisien.
4) Kesempatan dan waktu
wawancara dengan responden terbatas artinya mungkin hanya dapat dilakukan malam
hari saja atau hanya satu atau dua jam saja pada sore hari, sehingga
membutuhkan banyak petugas agar waktu yang ditentukan dapat dicapai.
B. Studi
Dokumen
1.
Pengertian Studi
Dokumen
Kata dokumen berasal dari bahasa latin yaitu docere,
yang berarti mengajar. Pengertian dari kata dokumen ini menurut
Louis Gottschalk (1986; 38) seringkali digunakan para ahli dalam dua
pengertian, yaitu pertama, berarti sumber tertulis bagi informasi sejarah
sebagai kebalikan daripada kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan
terlukis, dan petilasan-petilasan arkeologis.
Pengertian kedua diperuntukan bagi
surat-surat resmi dan surat-surat negara seperti surat perjanjian,
undang-undang, hibah, konsesi, dan lainnya. Lebih lanjut, Gottschalk menyatakan
bahwa dokumen (dokumentasi) dalam pengertiannya yang lebih luas berupa setiap
proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik itu yang
bersifat tulisan, lisan, gambaran, atau arkeologis.
Dari
berbagai pengertian di atas, maka dapat ditarik benang merahnya bahwa dokumen
merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa
sumber tertulis, film, gambar (foto), dan karya-karya monumental, yang semuanya
itu memberikan informasi bagi proses penelitian.
2.
Macam-Macam Bahan dan
Jenis Dokumen
Menurut Burhan Bungin (2008; 122) bahan
dokumen itu berbeda secara gradual dengan literatur, dimana literatur merupakan
bahan-bahan yang diterbitkan sedangkan dokumenter adalah informasi yang
disimpan atau didokumentasikan sebagai bahan dokumenter. Mengenai
bahan-bahan dokumen tersebut, Sartono Kartodirdjo (dikutip oleh Bungin, 2008;
122) menyebutkan berbagai bahan seperti; otobiografi, surat pribadi, catatan
harian, momorial, kliping, dokumen pemerintah dan swasta, cerita roman /
rakyat, foto, tape, mikrofilm, disc, compact disk, data
di server/ flashdisk, data yang tersimpan di web
site, dan lainnya.
Dari bahan-bahan dokumenter di atas,
para ahli mengklasifikasikan dokumen ke dalam beberapa jenis diantaranya;
a.
Menurut Bungin (2008;
123); dokumen pribadi dan dokumen resmi.
1)
Dokumen pribadi adalah
catatan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan
kepercayaannya. Berupa buku harian, surat pribadi, & otobiografi.
2)
Dokumen resmi
terbagi dua: pertama intern; memo, pengumuman,
instruksi, aturan lembaga untuk kalangan sendiri, laporan rapat, keputusan
pimpinan, konvensi; kedua ekstern; majalah, buletin,
berita yang disiarkan ke media massa, pemberitahuan.
b.
Menurut Sugiyono (2005;
82), berbentuk tulisan, gambar, dan karya
1)
Bentuk tulisan, seperti;
catatan harian, life histories, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan, dan
lainnya.
2)
Bentuk gambar, seperti;
foto, gambar hidup, sketsa, dan lainnya.
3)
Bentuk karya, seperti;
karya seni berupa gambar, patung, film, dan lainnya.
c.
Menurut E. Kosim (1988;
33) jika diasumsikan dokumen itu merupakan sumber data tertulis, maka terbagi
dalam dua kategori yaitu sumber resmi dan tak resmi
1)
Sumber resmi merupakan
dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh lembaga/perorangan atas nama
lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber resmi formal
dan sumber resmi informal.
2)
Sumber tidak resmi,
merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh individu tidak atas nama
lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber tak resmi formal dan sumber tak resmi
informal.
3.
Penggunaan Studi Dokumen
dalam Penelitian Kualitatif
Ada
beberapa keuntungan dari penggunaan studi dokumen dalam penelitian kualitatif,
seperti yang dikemukakan Nasution (2003; 85);
a.
Bahan dokumenter itu telah
ada, telah tersedia, dan siap pakai.
b.
Penggunaan bahan ini
tidak meminta biaya, hanya memerlukan waktu untuk mempelajarinya.
c.
Banyak yang dapat ditimba
pengetahuan dari bahan itu bila dianalisis dengan cermat, yang berguna bagi
penelitian yang dijalankan.
d.
Dapat memberikan latar
belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian.
e.
Dapat dijadikan bahan
triangulasi untuk mengecek kesesuaian data.
f.
Merupakan bahan utama
dalam penelitian historis.
Dokumen sebagai sumber data banyak
dimanfaatkan oleh para peneliti, terutama untuk untuk menguji, menafsirkan dan
bahkan untuk meramalkan. Lebih lanjut Moleong (2007; 217) memberikan alasan-alasan
kenapa studi dokumen berguna bagi penelitian kualitatif, diantaranya;
a.
Karena merupakan sumber
yang stabil, kaya dan mendorong.
b.
Berguna sebagai bukti (evident)
untuk suatu pengujian.
c.
Berguna dan sesuai karena
sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir, dan berada dalam konteks.
d.
Relatif murah dan tidak
sukar ditemukan, hanya membutuhkan waktu.
e.
Hasil pengkajian isi akan
membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu
yang diselidiki.
4.
Kajian Isi Dokumen (Content
Analysis Document)
Penggunaan
dokumen ini berkaitan dengan apa yang disebut analisa isi. Cara menganalisa isi
dokumen ialah dengan memeriksa dokumen secara sistematik bentuk-bentuk
komunikasi yang dituangkan secara tertulis dalam bentuk dokumen secara objektif.
Kajian isi atau content analysis document ini didefinisikan oleh
Berelson yang dikutip Guba dan Lincoln, sebagai teknik penelitian untuk
keperluan mendeskripsikan secara objektif, sistematis dan kuantitatif tentang
manifestasi komunikasi.
Prinsip
dasar dari kajian isi, menurut Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2007; 220-221)
memiliki lima ciri utama, yaitu:
a.
Prosesnya harus mengikuti
aturan. Aturan itu sendiri haruslah berasal dari kriteria yang ditentukan, dan
prosedur yang ditetapkan.
b.
Prosesnya sistematis.
c.
Prosesnya diarahkan untuk
menggenerealisasi.
d.
Mempersoalkan isi yang
termanifestasikan
e.
Menekankan analisis
secara kuantitatif, namun hal tersebut dapat pula dilakukan bersama analisis
kualitatif.
Dalam makalah berjudul Qualitative
Content Analysis karya Philipp Mayring (yang dikutip Moleong, 2007;
222) dijabarka ide dasar analisis konten dalam bidang komunikasi yang
didasarkan atas empat hal;
a.
Menyesuaikan materi ke
dalam model komunikasi.
b.
Aturan analisis; materi
yang dianalisis secara bertahap mengikuti aturan prosedur, yaitu membagi materi
ke dalam satuan-satuan.
c.
Kategori adalah pusat
dari analisis. Aspek-aspek interpretasi teks mengikuti pertanyaan
penelitian, dimasukan ke dalam kategori. Kategori ini ditemukan dan direvisi di
dalam proses analisis
d.
Kriteria kredibilitas dan
validitas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Interview atau wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan
pada suatu masalah tertentu; ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua
orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Sedangkan dokumen merupakan
sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa sumber
tertulis, film, gambar (foto), dan karya-karya monumental, yang semuanya itu
memberikan informasi bagi proses penelitian.
Interview atau wawancara lebih ditekankan kepada proses interaksi yang dilakukan
oleh peneliti dengan responden yang pada akhirnya interaksi itulah yang
dijadikan sebagai informasi atau data yang dibutuhkan. Sedangkan studi dokumen
hanya ditekankan sebagai alat pengungkap data tambahan atau pelengkap, yang
mana informasi yang diperoleh dari teknik ini bisa melalui momentum atau
hal-hal lain yang memang telah ada sebelumnya.
B. Saran
Untuk melakukan
pengumpulan data dalam penelitian kuakitatif, seorang peneliti harus
benar-benar memahami bagaimana pengadministrasian teknik yang akan digunakan
tersebut. Karena, sedikit saja kesalahan yang dilakukan pada saat menggunakan
teknik, informasi yang diharapkan dan yang diinginkan tidak bisa didapatkan
dengan hasil yang asli atau hasil yang sungguh-sungguh.
REFERENSI
Iskandar. 2009. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Jakarta : Gaung Persada Press (GP).
Licoln dan Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. Biverly Hills : Sage Publication.
Moleong, Lexy, J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosdakarya.
Sugiyono. 2005. Metodologi
Penelitian Administrasi . Bandung : CV. Alfabeta.
Tinggalkan pesan dikolom komentar yaah
Salam Hangat SNF Jaya
Follow instagram : novierista93
Terimakasih

Komentar
Posting Komentar